Sejarah menyebutkan Kabupaten Muara Enim semasa pemerintahan Hindia Belanda,
kebijakan dan politik pemerintahannya masih menggunakan sistem sentralisasi dibawah arus Etschepolitik
yang kemudian dikembangkan dalam sistem pemerintahan dekosentrasi. Dari
dua sistem tersebut telah melahirkan beberapa marga-marga. Disepanjang Sungai
Enim mulai dari Marga Semende Darat hingga Marga Tebelang patang Puluh Bubug dan marga-marga disepanjang
Sungai Lematang yang digabung menjadi satu wilayah administrasi dengan marga Lematang Ilir
yang berstatus otonomi daerah dengan kepala pemerintahannya disebut controlleur yang
tunduk kepada Afdeeling Palembang Schebeven Lauden yang
pada saat itu asisten residennya berkedudukan di Lahat.
Lalu pada masa kedudukan Jepang
di ubah menjadi Lematang Simo Gunyang berada di LahatSico yang
kemudian dibagi wilayah administrasi dengan nama Lematang Ogan Tengah.
Pada masa perang fisik dikenal dengan nama Kewedanan Lematang Tengah yang
wilayahnya meliputi 14 Margadan sebagian besar Marganya dalam Onder Afdeeling Lematang Ilir dan sebahagian lagi dalam Onder Afdeeling Ogan Ulu dan Marga Pemerintahan Onder A feeling sekayu.
Pada masa Proklamasi
17 Agustus 1945, Wilayah Lematang Ilir dan Wilayah
Ogan tengah melalui keputusan Dewan Kepresidenan Palembang pada 20 November 1946
wilayah administrasi Kedewanan Lematang Ilir tidak tidak digabungkan lagi dengan Kabupaten Lahat,
selanjutnya dijadikan administratif sendiri dengan Kedewanan diberi nama Lematang Ilir dan Lematang Ogan tengah
yang disingkat LIOT.
Bertitik tolak dari sejarah tersebut dengan perda Kabupaten Muara Enim,
Lematang Ilir Ogan Tengah dengan No.I/DPRED/1974 tangal 20 November 1974,
ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Muara Enim yang jatuh pada 20 November 1946.
Arti
Logo
Gigi
tujuh sebelah atas berwarna cokelat
berarti bahwa Bumi Liot (Lematang Ilir Ogan Tengah), pada masa itu terbagi atas 7
(tujuh) kecamatan.
Sayap kuning delapan helai yang
di ikat tengahnya dengan roda gelang berwarna putih dan perisai yang
bertuliskan Muara Enim
melambangkan rakyat Muara Enim beritikat suci yang
di ikat dan dihimpun dalam suatu pemerintahan yang baik, dinamis dan berwibawa,
akan terbang kearah tujuan negara kesatuan Republik Indonesia yang adil dan makmur.
Padi dan Kapas
melambangkan kemakmuran dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan
yang juga merupakan pencaharian dan sumber kekayaan daerah,
Untaian padi dua puluh enam butir melambangkan dua puluh enam kesatuan marga dan tujuh buah kapas melambangkan tujuh kecamatan dan untaian padi dan kapas
yang
menyatu melambangkan bahwa dalam segala hal masyarakat Muara Enim berada dalam suasana rukun
/ kekeluargaan.
Garis-garis beratur berwarna biru sebanyak delapan buah yang
adadi sebelah kiri dan kanan perisai kecil masing-masing empat buah
berarti bahwa wilayah Muara Enim terdapat aliran sungai yaitu, Sungai Lematang, Sungai
Enim, Sungai Penukal, Sungai Belido, Sungai Lubai, Sungai Rambang, Sungai
Lengiedan Sungai Niru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk.
Perisai kecil warna putih
menunjukan kekuasaan pemeirntahan dilandaskan atas kemurnian hukum dan kesucian rakyatnya,
dan segitiga sama kaki berwarna hitam melukiskan menara bor dan batu-bara, potensi yang
dominan dalam wilayah Muara Enim di tiga penjuru tempat terdapat sumber daya alam yang
menghasilkan devisa negara yang
sangat besar dan senantiasa menjadi perhatian pemerintah pada khususnya dan pendapatan daerah pada umumnya yaitu minyak bumi
di Pendopo dan Prabumulih dan batu-bara di Tanjung Enim.
sumber : http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/16/name/sumatera-selatan/detail/1603/muara-enim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar