Jumat, 01 Juni 2012

SEJARAH KABUPATEN MUARA ENIM




Sejarah menyebutkan Kabupaten Muara Enim semasa pemerintahan Hindia Belanda, kebijakan dan politik pemerintahannya masih menggunakan sistem sentralisasi dibawah arus Etschepolitik yang kemudian dikembangkan dalam sistem pemerintahan dekosentrasi. Dari dua sistem tersebut telah melahirkan beberapa marga-marga. Disepanjang Sungai Enim mulai dari Marga Semende Darat hingga Marga Tebelang patang Puluh Bubug dan marga-marga disepanjang Sungai Lematang yang digabung menjadi satu wilayah administrasi dengan marga Lematang Ilir yang berstatus otonomi daerah dengan kepala pemerintahannya disebut controlleur yang tunduk kepada Afdeeling Palembang Schebeven Lauden yang pada saat itu asisten residennya berkedudukan di Lahat.
Lalu pada masa kedudukan Jepang di ubah menjadi Lematang Simo Gunyang berada di LahatSico yang kemudian dibagi wilayah administrasi dengan nama Lematang Ogan Tengah. Pada masa perang fisik dikenal dengan nama Kewedanan Lematang Tengah yang wilayahnya meliputi 14 Margadan sebagian besar Marganya dalam Onder Afdeeling Lematang Ilir dan sebahagian lagi dalam Onder Afdeeling Ogan Ulu dan Marga Pemerintahan Onder A feeling sekayu.
Pada masa Proklamasi 17 Agustus 1945, Wilayah Lematang Ilir dan Wilayah Ogan tengah melalui keputusan Dewan Kepresidenan Palembang pada 20 November 1946 wilayah administrasi Kedewanan Lematang Ilir tidak tidak digabungkan lagi dengan Kabupaten Lahat, selanjutnya dijadikan administratif sendiri dengan Kedewanan diberi nama Lematang Ilir dan Lematang Ogan tengah yang disingkat LIOT.
Bertitik tolak dari sejarah tersebut dengan perda Kabupaten Muara Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah dengan No.I/DPRED/1974 tangal 20 November 1974, ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Muara Enim yang jatuh pada 20 November 1946.

Arti Logo


Gigi tujuh sebelah atas berwarna cokelat


berarti bahwa Bumi Liot (Lematang Ilir Ogan Tengah), pada masa itu terbagi atas 7 (tujuh) kecamatan.


Sayap kuning delapan helai yang di ikat tengahnya dengan roda gelang berwarna putih dan perisai yang bertuliskan Muara Enim


melambangkan rakyat Muara Enim beritikat suci yang di ikat dan dihimpun dalam suatu pemerintahan yang baik, dinamis dan berwibawa, akan terbang kearah tujuan negara kesatuan Republik Indonesia yang adil dan makmur. 


Padi dan Kapas


melambangkan kemakmuran dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan yang juga merupakan pencaharian dan sumber kekayaan daerah, Untaian padi dua puluh enam butir melambangkan dua puluh enam kesatuan marga dan tujuh buah kapas melambangkan tujuh kecamatan dan untaian padi dan kapas yang menyatu melambangkan bahwa dalam segala hal masyarakat Muara Enim berada dalam suasana rukun / kekeluargaan. 


Garis-garis beratur berwarna biru sebanyak delapan buah yang adadi sebelah kiri dan kanan perisai kecil masing-masing empat buah


berarti bahwa wilayah Muara Enim terdapat aliran sungai yaitu, Sungai Lematang, Sungai Enim, Sungai Penukal, Sungai Belido, Sungai Lubai, Sungai Rambang, Sungai Lengiedan Sungai Niru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk. 


Perisai kecil warna putih



menunjukan kekuasaan pemeirntahan dilandaskan atas kemurnian hukum dan kesucian rakyatnya, dan segitiga sama kaki berwarna hitam melukiskan menara bor dan batu-bara, potensi yang dominan dalam wilayah Muara Enim di tiga penjuru tempat terdapat sumber daya alam yang menghasilkan devisa negara yang sangat besar dan senantiasa menjadi perhatian pemerintah pada khususnya dan pendapatan daerah pada umumnya yaitu minyak bumi di Pendopo dan Prabumulih dan batu-bara di Tanjung Enim.




sumber : http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/16/name/sumatera-selatan/detail/1603/muara-enim

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar